investigasi.id-Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan publik setelah melontarkan kritik tajam terhadap Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Kritik tersebut mencuat menjelang rencananya untuk bertemu Zelensky di New York pada 27 September, tepat setelah Presiden Joe Biden mengumumkan paket bantuan militer baru senilai lebih dari USD 8 miliar untuk Ukraina.
Dalam sebuah kampanye di North Carolina pada 25 September, Trump menyatakan bahwa situasi yang terjadi di Ukraina sangat memprihatinkan. Ia berpendapat bahwa bahkan “kesepakatan terburuk” sekalipun akan lebih baik daripada kerusakan yang terus berlangsung dan tingginya korban jiwa akibat perang. “Kita terus mengirimkan miliaran dolar kepada Zelensky, tetapi ia menolak untuk membuat kesepakatan. Kota-kota di Ukraina telah hancur dan tidak akan pernah bisa pulih. Kesepakatan buruk sekalipun jauh lebih baik daripada situasi ini,” ujarnya, mengungkapkan keprihatinan mendalamnya terhadap kondisi Ukraina yang saat ini terpuruk.
Trump mencatat bahwa Ukraina telah mengalami kerugian yang sangat besar, baik dari segi infrastruktur maupun nyawa. “Akan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk membangun kembali,” tambahnya. Ia menyarankan bahwa jika Ukraina bersedia untuk berkompromi sedikit saja, banyak nyawa bisa diselamatkan dan kota-kota dapat mulai diperbaiki.
Tanggapan Zelensky terhadap kritik ini juga tidak kalah menarik. Dalam sebuah wawancara dengan The New Yorker, ia mengisyaratkan bahwa Trump tidak memahami cara untuk menghentikan perang. Hal ini menunjukkan ketegangan yang berkembang antara kedua pemimpin, meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama dalam hal mengakhiri konflik.
Trump tidak hanya mengkritik Zelensky, tetapi juga menantang pendekatan yang diambil oleh pemerintahan Biden dalam menangani perang ini. Ia menegaskan bahwa ia dapat menyelesaikan konflik ini dalam waktu singkat, sebuah klaim yang banyak menuai skeptisisme. “Kami butuh perdamaian yang nyata dan adil, bukan ketenangan sementara,” tegas Zelensky dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, menyerukan solidaritas global untuk mendukung formula perdamaian yang diajukan sejak 2022.
Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan Trump ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh Ukraina dalam upaya untuk mencapai perdamaian yang stabil. Dengan terus mengalirnya bantuan militer dari AS dan negara-negara Barat lainnya, pertanyaan tentang strategi yang paling efektif untuk mengakhiri konflik tetap menjadi sorotan utama.
Sebagai kandidat dalam pemilihan presiden AS 2024, Trump menggunakan kritik terhadap Zelensky sebagai alat politik, dengan harapan dapat menarik perhatian pemilih yang menginginkan perubahan dalam kebijakan luar negeri AS. Namun, tantangan yang dihadapi Ukraina tidak dapat dianggap sepele, dan kompleksitas situasi ini memerlukan pendekatan yang lebih terukur dan hati-hati daripada sekadar retorika.
Kesimpulannya, ketegangan antara Trump dan Zelensky bukan hanya soal kritik personal, tetapi mencerminkan dilema yang lebih besar dalam usaha internasional untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan banyak jiwa dan menghancurkan infrastruktur Ukraina. Saat dunia menunggu hasil pertemuan mereka di New York, harapan akan perdamaian yang berkelanjutan tetap menjadi cita-cita yang sulit dicapai.