
investigasi.id-Dalam rencana anggaran tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merumuskan asumsi yang menarik terkait harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), dengan memproyeksikan kisaran USD 75-85 per barel. Keputusan ini disokong oleh data realisasi hingga Mei 2024 yang menunjukkan ICP sebesar USD 81,67 per barel, yang cenderung menurun, seperti yang dijelaskan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR pada Rabu (5/6).
Pertimbangan serupa juga diberikan oleh proyeksi dari sumber-sumber internasional, seperti Polling Reuters dan Short Term Energy Outlook dari Energy Information Administration (EIA) Departemen Energi AS. Kedua sumber tersebut memperkirakan harga minyak dunia tahun 2025 akan berada dalam kisaran USD 80,46 – 87,79 per barel. Dengan demikian, asumsi yang diusulkan oleh pemerintah tampaknya didasarkan pada analisis yang cermat terhadap tren pasar global.
Namun, harga minyak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar semata. Kesepakatan perjanjian pembatasan produksi minyak dari negara-negara OPEC+ juga memiliki dampak signifikan. Dengan 40 persen dari produksi minyak dunia terkendali oleh kesepakatan ini, perubahan dalam dinamika perjanjian tersebut dapat mempengaruhi harga secara substansial. Selain itu, penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lain, termasuk Rupiah, serta ketegangan politik di beberapa kawasan, seperti Eropa Timur dan Timur Tengah, juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meramalkan harga minyak.
Selain asumsi harga minyak, pemerintah juga mengevaluasi proyeksi produksi minyak dan gas bumi (migas) untuk tahun 2025. Rencana ini mencakup asumsi lifting minyak dan gas bumi sebesar 1.583-1.648 ribu barel setara minyak per hari (barel oil equivalent per day/boepd). Rinciannya termasuk lifting minyak bumi sebesar 580 – 601 ribu barel per hari (bopd), dan lifting gas bumi sebesar 1.003 – 1.047 ribu boepd. Perencanaan ini dilakukan dengan mempertimbangkan realisasi produksi hingga Mei 2024 serta proyeksi untuk tahun 2024.
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengajukan usulan cost recovery yang memperhitungkan realisasi hingga Mei 2024. Dalam rencana anggaran tahun 2025, cost recovery yang diusulkan sebesar USD 8,5 – 8,7 miliar, sedikit lebih tinggi dari target APBN sebesar USD 8,25 miliar. Angka ini mencerminkan perubahan dalam estimasi biaya yang disesuaikan dengan kondisi pasar dan proyeksi ke depan.
Dengan demikian, perencanaan energi Indonesia untuk tahun 2025 tidak hanya memperhatikan asumsi harga minyak yang matang, tetapi juga proyeksi produksi dan estimasi biaya yang akurat. Keputusan yang diambil oleh pemerintah mencerminkan upaya untuk memastikan stabilitas ekonomi nasional dan mengoptimalkan potensi sumber daya alam negara.