TikTok Shop Tutup Pintu Bisnis - adalah fitur e-commerce yang ada di aplikasi media sosial TikTok. Dengan fitur ini, pengguna TikTok bisa berbelanja berbagai produk yang ditawarkan oleh pedagang atau afiliator yang membuat konten menarik di platform tersebut. TikTok Shop menjadi populer karena menawarkan harga yang sangat murah dan promo yang menggiurkan. Namun, keberadaan TikTok Shop juga menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, terutama dari pedagang offline dan online yang merasa dirugikan oleh praktik jual rugi atau predatory pricing yang dilakukan oleh TikTok Shop.
Pada tanggal 26 September 2023, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Peraturan ini melarang media sosial seperti TikTok untuk berjualan produk fisik di platformnya. Alasannya, media sosial tidak memiliki izin usaha perdagangan elektronik dan tidak memenuhi standar periklanan, pembinaan, dan pengawasan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akibat peraturan ini, TikTok secara resmi mengumumkan akan menutup TikTok Shop pada tanggal 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB. Keputusan ini tentu saja berdampak besar bagi para pedagang atau afiliator yang bergantung pada pendapatan dari TikTok Shop. Banyak di antara mereka yang merasa kaget dan kecewa dengan keputusan ini. Mereka merasa seperti kena PHK massal tanpa ada persiapan atau kompensasi yang layak.
Salah satu pedagang TikTok Shop yang merasakan dampak tersebut adalah Dennies Soesanto. Ia mengaku bisa meraup omzet ratusan juta rupiah dari TikTok Shop setiap bulannya. Ia juga baru saja menambah host dan studio baru untuk membuat konten lebih menarik di TikTok Shop. Namun, ia baru mendapatkan informasi tentang penutupan TikTok Shop pada tanggal 3 Oktober 2023 sore hari melalui email dari manajemen TikTok. Ia merasa tidak diberikan waktu yang cukup untuk bersiap-siap menghadapi perubahan ini.
“Sekitar jam 4 email teruntuk seller yang menunjukkan per tanggal 4 oktober jam 5 (sore) tidak memfasilitasi e-commerce lagi, benar-benar waktunya engga sampai 12 jam kurang lebih, 13 jam-an. Dan tentunya heboh karena kita enggak siap,” kata Dennies kepada kumparan.
Dennies mengatakan bahwa selama ini ia tidak mendapatkan imbauan atau informasi apapun dari manajemen TikTok tentang isu penutupan TikTok Shop. Ia hanya mendengar kabar burung dari pedagang lain atau media sosial. Ia juga merasa bahwa manajemen TikTok tidak transparan dan tidak bertanggung jawab terhadap nasib para pedagang atau afiliatornya.
“Tidak ada imbauan sama sekali, seller yang punya AM (account manager) orang tiktok bagaimana tentang isu (TikTok Shop ditutup), dijawabnya cuma belum ada info-info lebih lanjut,” ujarnya.
Dennies bukanlah satu-satunya pedagang yang merasakan dampak negatif dari penutupan TikTok Shop. Banyak pedagang lain yang mengeluhkan hal serupa di media sosial. Mereka merasa dirugikan oleh keputusan pemerintah dan manajemen TikTok. Mereka juga merasa tidak adanya perlindungan hukum atau asosiasi yang bisa membela hak-hak mereka sebagai pelaku usaha.
Sementara itu, ada juga pedagang lain yang menyambut baik keputusan pemerintah yang melarang TikTok Shop berjualan. Mereka adalah pedagang yang merasa terganggu oleh keberadaan TikTok Shop yang dianggap melakukan praktik jual rugi atau predatory pricing. Praktik ini membuat harga produk di TikTok Shop menjadi sangat murah dan tidak masuk akal, sehingga merusak pasar dan persaingan yang sehat.
Salah satu pedagang yang merasa senang dengan keputusan pemerintah adalah Arie F, yang merupakan pelaku UMKM asal Bandung, Jawa Barat. Ia menjual baju dan perlengkapan bayi di berbagai platform e-commerce. Ia mengatakan bahwa sejak adanya TikTok Shop, omzetnya turun hingga 30 persen. Ia juga mengkritik bahwa TikTok Shop melakukan promo dan bakar uang yang lebih ekstrem daripada platform e-commerce lainnya.
“Ini Tiktok Shop dampakya luar biasa. Saya paling senang dengan adanya keputusan ini. Karena kemarin omzet saya bisa turun 30 persen, ditambah dua bulan ini makin turun,” kata Arie kepada Liputan6.
Arie berharap bahwa dengan ditutupnya TikTok Shop, pasar dan persaingan bisa kembali normal dan sehat. Ia juga berharap bahwa pemerintah bisa lebih tegas dan adil dalam mengawasi dan mengatur perdagangan elektronik di Indonesia.
“Harapannya sih pasar bisa kembali normal, persaingan sehat. Pemerintah juga harus lebih tegas dan adil dalam mengawasi dan mengatur e-commerce di Indonesia,” ujarnya.
Dari dua kisah pedagang di atas, kita bisa melihat bahwa penutupan TikTok Shop memiliki dampak yang berbeda bagi para pelaku usaha. Bagi sebagian pedagang, penutupan TikTok Shop merupakan bencana yang membuat mereka kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Bagi sebagian pedagang lain, penutupan TikTok Shop merupakan berkah yang membuat mereka bisa bersaing secara adil dan sehat.
Penutupan TikTok Shop juga menunjukkan bahwa perdagangan elektronik di Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan permasalahan yang perlu diselesaikan. Salah satunya adalah bagaimana menciptakan iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan bagi semua pelaku usaha, baik offline maupun online. Hal ini tentu saja membutuhkan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, konsumen, dan media sosial.