
investigasi.id-Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia menghadapi tantangan baru dengan potensi masuknya aplikasi e-commerce asal China bernama Temu ke pasar Indonesia. Aplikasi ini, dengan model bisnis factory to consumer (F to C), telah menimbulkan kekhawatiran karena dianggap tidak sejalan dengan regulasi Indonesia yang mewajibkan adanya distributor sebagai perantara antara pabrik dan pelanggan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 29/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
Menurut Isy Karim, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, model bisnis Temu yang langsung menghubungkan pabrik dengan konsumen tidak cocok dengan kebijakan perdagangan Indonesia. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa Temu belum memperoleh izin resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, sehingga statusnya di Indonesia masih belum terdaftar.
Dampak potensial dari kehadiran Temu juga telah ditegaskan oleh Musdhalifah Machmud dari Kemenko Perekonomian, yang menyatakan bahwa model bisnis ini dapat mengganggu rantai pasok dan mengancam keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Perubahan ini dikhawatirkan akan menurunkan permintaan terhadap produk lokal dan bahkan mengurangi lapangan kerja di sektor distribusi.
Fiki Satari, Staf Khusus Menteri Kooperasi dan UKM, menegaskan bahwa Temu harus ditolak karena bertentangan dengan regulasi yang ada, termasuk PP nomor 29 tahun 2002 yang melarang model bisnis seperti ini. Pandangan serupa juga datang dari Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, yang menyoroti potensi dampak negatifnya terhadap industri garmen dan UMKM lainnya. Ia menekankan perlunya peran kementerian dan lembaga terkait untuk mengantisipasi ancaman ini secara lebih efektif.
Polemik ini menggambarkan bahwa masuknya aplikasi e-commerce dari luar bisa menjadi dua sisi pedang bagi perekonomian Indonesia. Di satu sisi, inovasi teknologi dapat memperluas akses pasar global bagi UMKM Indonesia. Namun, di sisi lain, tanpa regulasi yang tepat, hal tersebut bisa mengancam keberlangsungan UMKM dan menciptakan ketidakadilan kompetitif dalam pasar domestik.
Oleh karena itu, langkah-langkah preventif dan kajian mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial dari aplikasi seperti Temu sangatlah penting untuk dilakukan. Koordinasi yang baik antar-kementerian dan dialog dengan pelaku usaha menjadi kunci dalam menanggapi dinamika baru dalam perdagangan digital global ini.